AIDS 2

Assalamuálaikum warahmatullahi wabarakaatuh

menyambung artikel mengenai HIV/AIDS yang lalu, mari kita lanjutkan pembahasan kita.

Kalau belum ada obat yang bisa menyembuhkan, mending jangan sampe kena deh.

Benar, lebih baik mencegah daripada mengobati. Apalagi AIDS tidak bisa sembuh. Tetapi kadang, sulit menghindari musibah. Misalnya dokter yang sedang menangani pasien, atau ketika menolong korban kecelakaan, secara tidak sengaja ada darah yang terciprat, penggunaan pisau cukur, gunting kuku yang bergantian juga bisa menularkan loh. Oleh karenanya saat ini prilaku hati-hati harus ditingkatkan. Barang-barang pribadi sebaiknya digunakan sendiri, tidak sharing. Ketika melihat kecelakaan, jangan menolong tanpa perlindungan. Misalnya ketika menggotong korban, bungkus dulu tangan dengan plastik untuk menghindari cipratan darah. Bagi dokter yang menangani kasus AIDS, bila terjadi kecelakaan kerja, sebaiknya langsung minum obat pencegahan. Pernah ada salah satu teman sejawat yang tidak sengaja tangannya tergores jarum ketika sedang menjahit pasien AIDS. Langsung minum obat pencegahan dan Alhamdulillah setelah dicek hasilnya negative.

Kondom bisa mencegah penularan bila digunakan dengan benar, tetapi kondom bukan satu-satunya cara untuk mencegah penularan. Selain itu kondom juga rentan terhadap kebocoran dan dengan merasa aman, umumnya orang sering lalai sehingga justru bisa lebih berisiko dibandingkan yang lebih berhati-hati. Kampanye pencegahan AIDS harus terdiri dari 3 komponen yaitu ABC:

A= abstinence (puasa berhubungan seks untuk waktu tertentu)

B= being safer (setia kepada pasangan masing-masing, hanya melakukan hubungan seks dengan pasangan yang sah)

C= kondom

Mengapa kondom diletakkan di paling bawah? Karena dua cara di atasnya lebih efektif. (UNAIDS, 2004)

Kok serem ya? Trus gimana donk kalo ada ODHA di sekitar kita?

Ga serem kok, tapi kita harus tahu ilmunya untuk bisa mencegah penularan, menolong ODHA yang membutuhkan pertolongan, menjaga supaya anggota keluarga terhindar dari AIDS. Caranya gimana? Sekali lagi rubah perilaku hidup yang berisiko (seks bebas dan narkoba), ODHA jangan dijauhi tapi dirangkul, diberi motivasi agar bisa hidup dengan normal, beri motivasi agar mau berobat, ajak untuk berkumpul dalam komunitas ODHA untuk mendapatkan informasi terbaru, jangan percaya yang mengatakan dengan menggunakan kondom bisa terhindar dari AIDS ataupun info-info menyesatkan lainnya. Juga, hindari melakukan stigmatisasi terhadap ODHA.

Gimana ya kalo ada anggota keluarga yang terinfeksi HIV?

Ajak ke pusat pelayanan kesehatan yang menangani kasus-ksus HIV/AIDS untuk konsultasi dan melakukan test. Saat ini sudah banyak fasilitas kesehatan yang menyediakan konsultasi dan pengobatan AIDS. Beberapa Puskesmas di Jakarta dan juga propinsi lainnya sudah ada yang ditunjuk pemerintah untuk melakukan tatalaksana AIDS. Untuk di Jakarta, diantaranya yang saya tahu adalah Puskesmas Koja, Tebet, RSPI-SS, RS Budi Asih, RS Fatmawati dan masih banyak lagi.

Gratis? Setahu saya untuk testing dan obat ARV nya gratis, tetapi untuk obat-obat lainnya tergantung IO yang diderita. Misalnya TBC obatnya sudah gratis dan akan diberikan gratis, tetapi untuk toxoplasmosis mungkin harus bayar.

Sebaliknya bagaimana ODHA harus bersikap kepada keluarga dan lingkungan?

ODHA sebaiknya segera mengubah perilaku berisiko tinggi yang dimilikinya, selain itu harus bisa mengerti misalnya ada perlakuan keluarga yang sedikit berbeda. Berikan pengertian perlahan-lahan, semua itu karena mereka belum tahu dan belum mengerti. Dengan perubahan ke rah yang lebih baik, pandangan orang akan berubah juga menjadi lebih baik. Ajaklah anggota keluarga untuk berkumpul bersama ODHA dan keluarganya agar wawasan bisa lebih luas.

Selama 3 tahun bekerja di RSPI-SS, seperti pernah saya ceritakan, hampir setiap jaga di IGD ada pasien AIDS. Pernah saya mendapatkan pasien yang seperti sudah koma, di rangsang sakit tidak merespons. Saya putuskan untuk di rawat dan dipasang selang-selang seperti kateter urin, infus dan NGT (nasogastric tube untuk memasukkan makanan). Begitu mau di pasang kateter oleh perawat, tiba-tiba pasien bangun dan memaki-maki seluruh ruangan, saya memperhatikan keluarganya sangat malu dan minta maaf. Bagi saya tidak masalah karena factor risiko ODHA tersebut adalah penggunaan narkoba suntik, sehingga mungkin sudah terjadi kerusakan di otaknya jadi tidak bisa membedakan mana yang salah, mana yang benar, mana sopan santun, mana caci maki, jadi maklumi saja.

Pernah juga saya mendapatkan pasien kakek-kakek 82 tahun. Datang dengan keluhan tidak bisa makan. Pasien ODHA berasal dari Tanjung Balai Karimun, Kepulauan Riau. Kebetulan saya punya om dan sepupu yang tinggal disana dan pernah beberapa kali kesana. Setelah ditanya-tanya benar perkiraan saya, kakek ini sudah berobat di RS Mounth Elizabeth, Singapura. Begitu di cek obat yang di berikan dokter Singapura sangat banyak, dalam sehari bisa lebih dari 30 tablet yang harus ditelan. Saya katakan, pasien sudah kenyang dengan obat, bagaimana mau makan. Dan setelah dikurangi hanya obat-obat yang penting saja, akhirnya bisa makan sedikit-sedikit.

Ada juga bayi, yang orang tuanya berisiko tinggi. Ibunya mantan pekerja seks komersial dan ayahnya buruh. Keduanya sudah meninggal, bayi itu gizi buruk. Sangat kurus. Begitu di test HIV positif dan di rujuk ke RS Dharmais. Beruntung bayi tersebut punya tante yang mau mengasuhnya dengan baik.

Cukup banyak bila diceritakan kasus-kasus AIDS ini, intinya penyakit ini harus dihindari, karena merugikan diri sendiri, keluarga, persahabatan bahkan kehidupan bernegara.

wassalamuálaikum warahmatullahi wabarakaatuh

UNAIDS. (2004). Making condoms work for HIV prevention. Geneva: Joint United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS).

Leave a comment